Rational
Emotive Therapy
A.
Sejarah dan
Tokoh Dalam Rational
Emotive Therapy
Tokoh dari pendekatan Rational Emotive Therapy adalah Albert
Ellis, ia lahir di Pittsburgh pada tahun 1913. Awalnya ia adalah seorang penulis, tetapi ia juga terampil
menangani masalah pribadi seseorang, dalam persoalan perkawinan, cinta kasih,
dan seks. Akhirnya ia menjadi psikolog dari lulusan sebuah college.
Dia menyimpulkan bahwa psikoanalisis secara
relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun
bereksperimen dengan beberapa sistem yang
lain. Pada awal 1955 dia menggabungkan teori humanistik, filosofis, dan
behavioral menjadi Rational
Emotive Therapy.
Rational
Emotive Therapy menjadi sebuah aliran
psikoterapi yang ditujukan untuk memberi kepada klien suatu
perangkat untuk mengrestruksikan gaya falsafah serta perilaku mereka. Menurut Ellis dan Yeager, “Orang menjadi
terganggu bukan oleh benda-benda, melainkan oleh apa yang dipandangnya
tentang benda itu”. Oleh karena itu, hipotesis dasar dari Rational Emotive Therapy adalah emosi kita terutama yang berasal dari
keyakinan evaluasi, interpretasi serta reaksi kita terhadap situasi kehidupan.
Melalui proses terapeutik rasional emotif klien mempelajari ketrampilan yang
mereka berikan kepada mereka perangkat untuk mengidentifikasikan dan
mempertanyakan keyakinan yang tidak rasional yang telah didapat sampai sekarang
tetap ada karena adanya indoktrinasi diri. Mereka belajar caranya
mengganti cara berpikir yang tidak efektif seperti itu dengan kognisi yang
efektif dan rasional, dan sebagai hasilnya mereka mengubah reaksi emosional
mereka terhadap situasi. Dengan proses terapeutik klien bisa mengaplikasikan
prinsip Rational
Emotive Therapy tidak hanya pada masalah khusus yang
dikemukakan tetapi juga pada banyak masalah kehidupan yang lain ataupun pada
masalah dimasa depan yang mingkin akan mereka jumpai.
B.
Konsep
Dasar
Rational Emotive Therapy
adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah
subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya.
Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang
dimaksud dengan konseling Rational
Emotive Therapy adalah konseling yang menekankan
interaksi berfikir dan akal sehat (rational thingking),
perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Teori ini
menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat
menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence
(C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Makalah
ini memberikan rincian penting tentang bagaimana A, B, dan C, serta kognisi,
emosi, dan perilaku semua penting mempengaruhi satu sama lain dan bagaimana
mereka menjadi digabungkan menjadi disfungsional, Asumsi inti menuntut Dasar
filsafat yang mengarah pada gangguan neurotik. Untuk mengubah dan terus berubah
asumsi dasar disfungsional, Rational
Emotive Therapy menggunakan sejumlah teknik intelektual, afektif, dan
tindakan yang sering diterapkan secara
kuat, terus-menerus, aktif-direktif. Hal ini lebih kognitif daripada kebanyakan
kognitif-perilaku terapi lain yang mencoba untuk membantu banyak (tidak semua)
klien untuk membuat perubahan filosofis elegan atau mendalam.
1.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi
diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana
itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan
atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan
kerana itu tidak produktif.
3.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
4.
D
(disputing intervention) adalah yang meragukan atau membantah. Pada
isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah
keyakinan irasional. Ellis dan Bernard melukiskan tiga komponen dari proses
membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi
keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat
berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang
disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan
empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat
untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan
keyakinan yang irasional dan rasional.
5.
E
(effect) adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah
rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada
tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new
feeling .
6. F (new feeling) adalah perangkat perasaan yang baru.
Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami
segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
C.
Hakikat
Manusia Menurut Rational Emotive Therapy
Konsep
manusia menurut Rational Emotive Therapy
sebagaimana disebutkan Corey adalah :
1. orang
mengkondisikan dirinya sebagai individu yang merasakan adanya suatu gangguan
dan bukan dikondisikan oleh sumber yang berasal dari luar darinya.
2. orang ada
yang kecenderungan biologis dan budaya untuk berpikir berbelit-belit dan
menimbulkan gangguan pada diri sendiri, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu
terjadi. Contoh: jika seseorang bermimpi giginya tanggal maka ia percaya dalam
waktu dekat saudaranya akan ada yang meninggal dunia. Oleh karena itu,
pikirannya sering terganggu karena ia sering memikirkan tentang hal itu.
Sebagai manusia yang normal hendaknya tidak perlu percaya tentang hal-hal
seperti itu agar tidak menimbulkan gangguan pada diri sendiri.
3. manusia itu
adalah unik artinya bahwa mereka menemukan keyakinan yang mengganggu dan
membiarkan dirinya terganggu oleh adanya gangguan itu.
4. orang ada
yang kapasitas untuk mengubah proses kognitif, emotif, dan behavioral
mereka. Mereka bisa memilih untuk memberikan reaksi mereka secara berbeda
dengan pola yang biasanya mereka anut, bisa menolak untuk membiarkan dirinya
menjadi manusia dan bisa melatih diri mereka sendiri sehingga pada akhirnya
nanti mereka bisa bertahan mengalami gangguan yang minim menyelamatkan sisi
hidupnya.
Secara umum ada
dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. Rational Emotive Therapy beranggapan
bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang
ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan
perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku dan perilaku mempengaruhi
pikiran dan perasaan. Dalam memandang hakekat manusia Rational Emotive Therapy memiliki sejumlah asumsi tentang
kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan
perasaan itu. Asumsi tentang hakekat manusia menurut Rational Emotive Therapy adalah sebagai berikut,
1.
Individu adalah Unik, yaitu memiliki
kecenderungan untuk berfikir rasional dan irasional.
2.
Reaksi “emosional” disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang didasari ataupun tidak didasari oleh
individu.
3.
Hambatan psikologis atau emosional
adalah akibat dari cara berfikir yang tidak logis dan irasional.
4.
Berfikir irasional diawali dengan
belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat
dibesarkan.
5.
Berfikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis
menunjukkan cara berfikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan
cara berfikir yang tepat pula.
Dalam kaitannya dengan hal ini tujuan konseling adalah
1.
Menunjukkan pada klien bahwa
verbalisasi diri telah menjadi sumber hambatan emosional
2.
Membenarkan bahwa verbalisasi diri
adalah tidak logis dan irasional
3.
Membenarkan atau meluruskan cara
berfikir dengan verbalisasi diri yang lebih logis dan efisien.
4.
Perasaan dan berfikir negative dan
penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang
dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang
rasional.
D.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam
perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah,
didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang
irrasional.
Adapun
ciri-ciri berpikir irasional adalah :
a.
Tidak dapat dibuktikan
b.
Menimbulkan perasaan tidak enak
(kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
c.
Menghalangi individu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab
individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
a.
Individu tidak berpikir jelas
tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan dan imajinasi
b.
Individu tergantung pada perencanaan
dan pemikiran orang lain.
Individu
tidak mampu berfikir dengan menggunakan akal pikirannya sendiri melainkan dia
mengacu dan percaya terhadap pemikiran orang lain, contoh : Pada saat saya
mempunyai pacar, saya harus mentraktir teman-teman saya untuk makan karena kata
orang jika tidak, maka dalam waktu cepat
saya akan putus dengan pacar saya.
c.
Orang tua atau masyarakat memiliki
kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui
berbagai media.
Indikator
sebab keyakinan irasional adalah:
a.
Manusia hidup dalam masyarakat
adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang
dikerjakan
b.
Banyak orang dalam kehidupan
masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut
dicurigai, disalahkan, dan dihukum
c.
Kehidupan manusia senantiasa
dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan,
menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
d.
Lebih mudah untuk menjauhi
kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan
menanganinya
e.
Penderitaan emosional dari seseorang
muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan
sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut
f.
Pengalaman masa lalu memberikan
pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan
tingkah laku individu pada saat sekarang
g.
Untuk mencapai derajat yang tinggi
dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan
kekuatan supranatural
h.
Nilai diri sebagai manusia dan
penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan
individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut
Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram”
untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini.
Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan
absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasanya
diterapkan orang, di antaranya:
1.
Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku
pada yang negatif,
3. Terlalu
cepat menggeneralisasi.
Secara
ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional:
a.
“Saya harus punya kemampuan
sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
b.
“Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan
saya, atau mereka akan menderita”.
c.
“Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada
saya, atau saya akan binasa”.
E.
Tujuan Konseling
Tujuan
utama dari Konseling RET ini antara
lain:
1. Memperbaiki dan merubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang
irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal mungkin melalui
tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan
emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa
berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
3.
Salah satu tujuan utama dari terapi emosi rasional
adalah untuk mencapai keadaan "kesehatan mental". Sedangkan
bentuk-bentuk terapi mungkin memiliki tujuan seperti menggali konflik dengan
menekan psikodinamik, atau periode mengidentifikasi penderitaan yang intens
yang terjadi sebelumnya dalam hidup, ide di sini agak lebih abstrak, dan pasti
lebih "kuratif".
Untuk terapis emotif rasional, tujuannya adalah untuk mencapai keadaan dimana klien dapat berperasaan dan berperilaku dengan cara yang lebih konstruktif dan perseptif, dan memungkinkan kualitas hidup mereka yang lebih baik. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk mengurangi atau bahkan sama sekali membasmi kepercayaan diri yang rusak dan proses kognitif yang menyebabkan interaksi yang mengecewakan atau gangguan dengan dunia.
Secara
khusus tujuan konseling RET adalah :
1.
Self interest, menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emosional pada
seseorang terletak pada diri sendiri bukan dari orang lain, maka konseling
harus berfokus pada kesadaran diri dari klien itu sendiri.
2.
Self direction :
·
Mendorong klien untuk mengarahkan
dirinya sendiri
·
Klien harus menghadapi
kenyataan-kenyataan hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri, bukan tergantung
kepada orang lain atau meminta bantuan orang lain.
3.
Tolerance
Mendorong
klien agar mempunyai toleransi terhadap orang lain, walaupun orang lain itu
bersalah.
4.
Accepetance of uncertainty
· Memberikan
pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara
rasional, logis, dan tidak emosional.
· Di dunia ini
segala kenyataan hidup mungkin terjadi, baik itu kenyataan hidup yang baik
maupun buruk.
· Baik-buruknya kenyataan hidup itu harus
dihadapi dengan senang dan tabah.
5.
Fleksibel
Mendorong
klien luwes (fleksibel) dalam bertindak dan terbuka terhadap masalahnya,
sehingga diperoleh cara-cara pemecahan masalah yang dapat memuaskan klien.
6.
Comitment
Individu yang sehat perlu dan dapat mengembangkan sikap dan perasaan
komitmen dengan lingkungannya. Jika tidak, individu itu sendiri akan mengalami
keteganggan antara apa yang ia inginkan dengan kenyataan yang sebenarnya yang
terjadi dilingkungannya. Karena itu konseling harus membangkitkan sikap
objektifitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan klien dengan
lingkungannya.
7.
Scientific thinking
Klien harus dapat
berpikir secara rasional terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
8.
Risk taking
Konseling
Rasional Emotif juga bertujuan mendorong dan membangkitkan sikap keberanian
dalam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun
belum tentu berhasil. Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan
kepercayaan diri kepada klien untuk menghadapi masa depan kehidupannya.
9.
Self acceptance
Klien dapat
menerima kemampuan dan kenyataan dirinya sendiri dengan perasaan gembira dan
senang.
(Pujosuwarno, Sayekti.1993. Berbagai
Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset)
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan
rasional-emotif:
1. Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku
penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar
sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima
(antecedent event) pada saat yang lalu.
2. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa
apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang
irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3. Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan
emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan
rasional terjadi peningkatan dalam hal :
a. minat kepada diri sendiri,
b. minat sosial,
c. pengarahan diri,
d. toleransi terhadap pihak lain,
e. fleksibel,
f. menerima ketidakpastian,
g. komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya,
h. penerimaan diri,
i.
berani mengambil risiko,
j.
menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa
betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET,
tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas
keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri
sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia
mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran
ego serta konsep-konsep senada lainnya.
F.
Teknik-Teknik dalam Proses Konseling Rasional Emotif
1. Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang
bersifat afektif, behavioristik, dan kognitif yang disesuaikan dengan kondisi
klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
1. Teknik-Teknik
Emotif (Afektif)
a.
Assertive adaptive
Teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
Konselor : “Kamu pasti bisa hidup tanpa dia, karena
di dunia ini masih banyak orang yang
sayang sama kamu”
Klien :
“Iya Bu, tetapi bagaimana caranya?”
Konselor :”Kamu bisa melakukan aktifitas yang
kamu sukai sehingga pikiran kamu bisa tenang dan kamu bisa semangat lagi”
Klien :”Iya Bu, saya akan berusaha untuk menghadapi
ini semua dengan kumpul sama teman-teman, main futsal, atau ngeband dengan
teman-teman saya”
b.
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian
rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui
peran tertentu.
Konselor :”Disini nanti kita akan bermain peran,
dimana kamu dapat mengungkapkan kekecewaan kamu dan kemauan kamu demi
kebahagiaan kamu nantinya”
Klien :”Terus apa yang harus saya lakukan
Bu?”
Konselor :”Kamu bisa menganggap saya sebagai
orang yang ingin kamu marahi, dan katakan semua yang ingin kamu ungkapkan
selama ini”
Klien :”Baik Bu, saya mengerti”
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku
tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri
yang negatif.
Konselor :”Coba kamu lihat Bu Arum, guru matematika
yang selalu sabar dalam mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya, ia selalu
tersenyum dan semangat dalam menghadapi murid-muridnya yang selalu seenaknya
sendiri”
Klien :”Apakah
saya bisa sabar seperti beliau?”
Konselor :“Kamu pasti bisa untuk sabar dalam
menghadapi kenyataan seperti halnya Bu Arum”
2. Teknik-teknik
Behavioristik
a.
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan
yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment,
maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b.
Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan
masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
3.
Teknik-teknik Kognitif
Terapis kognitif memperlakukan
klien mereka dengan terapi
yang disebut restrukturisasi kognitif. Hal ini juga disebut reframing kognitif. Klien yang memiliki pikiran irasional diajarkan untuk melihat situasi mereka dari perspektif yang berbeda. Albert Ellis memulai terapi disebut
rasional-emotif terapi.
Dia percaya bahwa emosi berada di balik pikiran irasional yang manusia miliki.
Terapis kognitif akan
berusaha untuk mengubah cara klien mereka pikirkan atau rasakan jika pikiran dan perasaan membawa mereka sRational Emotive Therapys
dan cemas, memimpin mereka untuk membuat keputusan yang buruk, atau melompat ke kesimpulan
yang salah.
a.
Home work
assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut
pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi
atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak
logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah
aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh
klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap
tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan
diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
Konselor :”saya akan memberikan kertas ini sama kamu dan
kamu isi kolom yang kosong dengan memberikan kata “ya” atau “tidak”, lalu kamu
tunjukkan kertas ini pada saat kamu bertemu dengan saya, tujuannya yaitu agar
kamu dapat melatih sikap kamu menjadi lebih baik”
Klien :“Iya Bu, saya mengerti”
b.
Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah
laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau
meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
·
mendorong kemampuan klien
mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
·
membangkitkan kemampuan klien
dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi
orang lain;
·
mendorong klien untuk meningkatkan
kepercayaan dan kemampuan diri; dan meningkatkan kemampuan untuk memilih
tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
Konselor :”Ayo,
kamu pasti bisa mengungkapkan semua perasaan kamu, anggaplah saya sebagai orang
yang ingin kamu marahi dan katakan semua kekecewaan kamu dan keinginan kamu”
Klien :”Saya kurang yakin untuk melakukan hal itu.”
Konselor :”Setelah kamu mengungkapkan
semuanya maka paling tidak kamu bisa merasa tenang”
Klien :”Iya Bu, akan saya coba”
Syarat
Klien Yang Dapat Di Tangani Oleh Rational
Emotive Therapy :
2. Klien
cukup cerdas untuk menganalisis masalahnya
Klien dapat diarahkan dari
pemikiran irasional ke rasional
3. Hanya untuk orang yang normal
Klien yang kesehatan mentalnya terganggu maka tidak
dapat membedakan tingkah laku yang irasional dan yang rasional
4. Tidak terlalu tua & pola pikirnya luwes
Klien yang dapat ditangani yaitu klien yang usianya
antara masa remaja awal (13 tahun) sampai masa dewasa akhir (60 tahun) dimana
usia tersebut masih bisa kritis dalam berfikir dan dapat menganalisis
masalahnya.
5. Tidak selalu berprasangka buruk pada diri sendiri
dan orang lain
Pemikirannya selalu positif dan mengarah ke depan
dan tidak dapat dipengaruhi oleh orang lain.
6. Peran Konselor
Peran
konselor disini dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Aktif yaitu berbicara, mengkonfrontasikan (yang
irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri.
b.
Direktif
·
Menerangkan ketidakrasionalan yang dialami dan yang ditunjukkan (verbal, sikap, perilaku)
·
Membujuk
·
Mengajari klien untuk menggunakan metode-metode perilaku (PR,
desentisasi, latihan asertif dsb)
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama rasional emotif
dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien untuk membebaskan
diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan
yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien
menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia
menginternalisasi keyakinan-keyakinan dramatis yang rasional dan takhayul yang
berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di
atas konselor memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a. Mengajak
klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b. Menantang
klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c. Menunjukkan
kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d. Menggunakan
suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e. Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana
keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah
laku di masa depan.
f. Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g. Menerangkan
bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan
yang rasional yang memiliki landasan empiris.
h. Mengajari
klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien
bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang,
yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
(Sukardi, Dewa Ketut.2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: Rineka Cipta)
4.
Hubungan antara Terapis dan Klien
Hubungan antara konselor dan klien dalam RET adalah
sebagai berikut :
1. Hubungan hendaknya dalam suasana informal. Tujuannya
adalah agar hubungan antara konselor dan klien terjalin dengan hangat dan penuh
kekeluargaan.
2. Hubungan sebaiknya konselor aktif, direktif, tetapi
juga objektif, sehingga dari pola hubungan yang demikian itu secara tidak
langsung akan menjadi anutan klien.
3. Konselor sebagai model untuk klien. Dengan model ini,
klien dapat menginternalisasi sistem nilai tertentu yang dapat melawan sistem
nilai dan keyakinan yang salah.
4. Hubungan di sini perlu adanya full tolerance dan unconditional
positive regard yang harus
diciptakan oleh konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan bersalah dari
klien.
5. Konselor hendaknya menerima diri klien sebagai seorang
manusia yang berharkat dan bernilai.
(Pujosuwarno, Sayekti.1993. Berbagai
Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset)
5.
Ciri-ciri
Rational Emotive Therapy
Ciri-ciri
dari konseling rasional emotif adalah sebagai berikut:
1)
Dalam menelusuri masalah klien yang
dibantunya, konselor berperan lebih aktif
dibandingkan dengan klien.
2)
Dalam proses hubungan konseling
harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
3)
Terciptanya dan terpeliharanya
hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara
berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4)
Diagnosis (rumusan masalah) yang
dilakukan dengan konseling rasional emotif bertujuan untuk membantu membuka
ketidaklogisan pola berfikir klien.
(Sukardi, Dewa Ketut.2008. Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta)
6.
Proses Konseling
Persiapan
Sebelum klien dimulai RET, ia mungkin melalui suatu kajian dengan terapis. Penilaian ini disebut penilaian biopsikososial, yang terdiri dari wawancara terstruktur. Pertanyaan dan pengumpulan informasi selama penilaian ini biasanya meliputi area seperti riwayat medis dan psikologis masa lalu, riwayat keluarga dan sosial, jenis kelamin dan riwayat obat, pekerjaan dan sejarah pendidikan dan sejarah kriminal. Wawancara menyediakan informasi untuk diagnosis atau diagnosis tentatif yang memerlukan pengujian lebih lanjut atau konsultasi.
Sebelum klien dimulai RET, ia mungkin melalui suatu kajian dengan terapis. Penilaian ini disebut penilaian biopsikososial, yang terdiri dari wawancara terstruktur. Pertanyaan dan pengumpulan informasi selama penilaian ini biasanya meliputi area seperti riwayat medis dan psikologis masa lalu, riwayat keluarga dan sosial, jenis kelamin dan riwayat obat, pekerjaan dan sejarah pendidikan dan sejarah kriminal. Wawancara menyediakan informasi untuk diagnosis atau diagnosis tentatif yang memerlukan pengujian lebih lanjut atau konsultasi.
Proses terapi (konseling) RET
sebagai berikut:
1)
Konselor menunjukkan kesulitan yang
dialami klien berhubungan dengan keyakinan yang irasional, kemudian menunjukkan
kepada klien bagaimana harus bersikap rasional. Klien harus menyadari gangguan
emosi yang dialaminya bersumber dari pemikiran yang irrasional.
2)
Konselor menunjukkan pemikiran klien
yang irrasional, kemudian klien berusaha mengubah keyakinannya menjadi
rasional.
3)
Konselor berusaha agar klien
menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor menghubungkan
ide-ide irrasional tersebut dengan perasaan diri klien.
4)
Konselor berusaha menantang klien
untuk mengembangkan kehidupannya secara rasional, dan menolak kehidupan yang
irrasional.
Konseling
rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan
sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam
batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Tugas
konselor menunjukkan bahwa:
a.
masalahnya disebabkan oleh persepsi
yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
b.
usaha untuk mengatasi masalah adalah
harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi
tugas konselor :
a.
lebih edukatif-direktif kepada
klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada
tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung;
b.
menggunakan pendekatan yang dapat
memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki
mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang
menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada
klien;
c.
mendorong klien menggunakan
kemampuan rasional dari pada emosinya;
d.
menggunakan pendekatan didaktif dan
filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan
berpikir secara irasional.
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.
Aktif-direktif, artinya
bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien
dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.
Kognitif-eksperiensial, artinya
bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan
berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.
Emotif-ekspreriensial, artinya
bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi
klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.
Behavioristik, artinya
bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong
terjadinya perubahan tingkah laku klien.
7.
Tahapan Konseling
George dan Cristiani mengemukakan tahap-tahap konseling RET adalah sebagai
berikut:
1)
Proses untuk menunjukkan kepada
klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa
menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan yang irasional itu
tidak dengan kebahagiaan dan gangguan emosional yang di alami.
2)
Membantu klien meyakini bahwa
berfikir dapat ditentang dan diubah. Kesediaan klien untuk di eksplorasi secara
logis terhadap gagasan yang dialami oleh klien dan konselor mengarahkan pada
klien untuk melakukan disputing terhadap
keyakinan klien yang irasional
3)
Membantu klien lebih
mendebatkan (disputing) gangguan yang tidak tepat atau tidak rasional
yang dipertahankan selama ini menuju berfikir yang lebh rasional dengan cara
reinduktrinasi yang rational termasuk bersikap secara rataional.
G.
Kelebihan
Dan Kekurangan Rational Emotive Therapy
Kelebihan
|
Kekurangan
|
a.
Rasional Emotif menawarkan dimensi
kognitif dan menantang klienuntuk meneliti rasionalitas dari keputusan yang
telah diambil serta nilai yang klien anut.
b.
Rasional Emotif memberikan
penekanan untuk mengaktifkan pemahaman yang di dapat oleh klien sehingga
klien akan langsung mampu mempraktekkan perilaku baru mereka.
c.
Rasional emotif menekankan pada
praktek terapeutik yang komprehensif dan eklektik.
d.
Rasional emotif mengajarkan klien
cara-cara mereka bisa melakukan terapi sendiri tanpa intervensi langsung dari
terapis.
|
a.
Rasional emotif tidak menekankan
kepada masa lalu sehingga dalam proses terapeutik ada hal-hal yang tidak
diperhatikan.
b.
Rasional emotif kurang melakukan
pembangunan hubungan antara klien dan terapis sehingga klien mudah
diintimidasi oleh konfrontasi cepat terapis.
c.
Klien dengan mudahnya terbius
dengan oleh kekuatan dan wewenang terapis dengan menerima pandangan terapis
tanpa benar-benar menantangnya atau menginternalisasi ide-ide baru.
d.
Kurang memperhatikan faktor
ketidaksadaran dan pertahanan ego.
|
Contoh Kasus
Prabawa
adalah seorang siswa suatu SMA di kota
besar, kelas III, semester kedua, program studi IPS.Dia tinggal bersama orang
tuanya, yang mendukung ita-citanya menjadi seorang guru akutansi. Prabawa
berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha
sejak kelas 1 supaya nilai rata-rata dalam
rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia berhasil.
Selain
itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi
yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama,
meskipun pihak putri terpaksa main backsRational Emotive Therapyet karena orang
tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi
mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia,
bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswa itu merasa terpaksa memutuskan
hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah
depresi dan berfikir : “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak
rela dicintai oleh gadis lain ataupun menintai gadis lain. Hanya yang satu ini menjadi
idaman saya! Sumber semangat belajarkudan pendukung ita-itaku sudah lenyap!”.
Prabawa
bolos sekolah satu minggu. Ketika masuk sekolah kembali, dia dipanggil oleh
konselor di sekolahnya.
Langkah-langkah
kerja :
(1) Membangun
hubungan pribadi dengan prabawa. Di sini konselor menjelaskan alasan prabawa
dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan
bertanya apakah ada sesuatu yang ingin dibicarakannya berkaitan dengan hal itu.
Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu, tetapi akhirnya mengatakan bahwa memang
ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
(2) Mendengarkan
dengan penuh perhatian uingkapan pikiran dan perasaan Prabawa. Dia mengutarakan
bahwa semangat belajar telah hilang,setelah mengalami pukulan amat berat, di
siswi sekelas yang selama satu tahun sering mau diajak pergi berdua, tetapi
tiba-tiba mengundurkan diri setelah dimarahi oleh orang tuanya. Pada hal,
katanya, tidak ada gadis lain yang pantas
dicintai. Prabawa beranggapan bahwa masa depannya menjadi sangat suram
dan tidak ada sumber inspirasi lagi yang mendukung cita-citanya menjadi guru
akutansi disekolah menengah (pikiran irasional).
(3) Mengadakan
analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara
A,B,C ( Activating Event, Belief, Consquences). Konselor akan menaruh perhatian
khusus pada pikiran-pikiran irasional yang di duga mendasari rasa kehilangan
semangat, karena dia akan mengusahakan supaya Prabawa berfikir rasional dalam
menghadapi persoalannya.
(a) Kejadian
yang dialami ialah terputusnya hubungan percintaan dengan gadis yang
dikaguminya, yang memutuskan hubungan ialah pihak putri, dengan memberikan
alasan dilarang oleh orang tuanya.
(b) Kejadian
ini ditanggapi dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk akal.
Prabawa berfikir : “ Ini musibah besar, karena cimtaku yang pertama dan abadi
dihancurkan begitu saja.” “Tidak ada gadis lain yang lain yang akan kucinta.
Gadis lain juga tidak akan mencintai diriku setulus teman siswi itu.” “ Dunia
telah bertindak kejam terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang hidupku
ini?.” “ Siapa lagi yang akan memberikan inspirasi kepadaku untuk mengejar
cita-citaku kalau bukan dia?” (Irational
Belief)
(c) Sebagai
akibat dari cara berfikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak emosional
dan goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan semangat hidup
dan gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti orang yang
lukanya menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (Consquences dalam alam perasaan).
Akibatnya lebih lanjut ialah Prabawa memutuskan untuk tidak masuk sekolah; ini
tindakan penyesuain diri yang salah dan malah membahayakan sukses dalam
belajarnya (Consquences dalam
perilaku nyata). Namun, karena teguran orang tuanya dia terpaksa kembali ke
sekolah setelah membolos satu minggu.
(4) Membantu
Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. Konselor dapat mulai
dengan menjelaskan kepadanya hasil analisis di atas, sehingga Prabawa sedikit
banyak mengerti apa alasannya sehingga keadaannya sekarang begini. Kemudiaan
konselor memulai menantang seluruh pikiran yang tidak masuk akal tadi, misalnya
dengan melontarkan pertanyaan : “ Apa alasanmu berpendapat telah ditimpa
musibah beasr?.’’ ; “Apakah pengalaman memang sudah pasti bahwa cinta pertama
ini merupakan cinta abadi?.” ; “Apakah inspirasi dan semangat belajar hanya
dapat diberikan oleh gadis itu?” ; “Apakah orang tua siswi yang masih di bawah
umur itu tidak berhak ikut bicara?” ; “Apakah kamu mempunyai hak menuntut
supaya dunia ini memenuhi keinginan dengan serba cepat?”, dan lain sebagainya.
Disamping
itu, konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya :
“Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja
hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”:
”Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu
Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus
melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa
sendiri”; “Orang tuanya mungkin menginginkan, supaya anak mereka menyelesaikan
studinya lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backsRational
Emotive Therapyet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini
menghancurkan hubungan terbuka antara orang tua dan anak”; “Tidak lebih baikkah
Prabawa menyelesaikn SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan
untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok
untuk Prabawa?” ; “Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang
suatu pekerjaan, shingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak putri
ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria,
betul-betul terjamin” ; “Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah
yang menghancurkan masa depan”; “Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan
yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan.
Efek
dari diskusi ini ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang
pengalaman ini dengan cara yang lebih masuk akal, misalnya, “Saya akan menerima
kenyataan ini. Memang saya tidak mengharapkannya, tetapi apa boleh buat? Lebih
baik saya memusatkan perhatian pada studi dahulu, supaya cita-cita saya dapat
diraih. Pengalaman cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis,
yang nantinya dapat disambung lagi”, dan lain sebagainya (r-afektif). Akhirnya
Prabawa memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan
mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku, Rasional)
(5) Mengakhiri
hubungan pribadi dengan Prabawa.