Minggu, 23 Desember 2012

Rational Emotive Therapy












 Rational Emotive Therapy

A.    Sejarah dan Tokoh Dalam Rational Emotive Therapy

Tokoh dari pendekatan Rational Emotive Therapy adalah Albert Ellis, ia lahir di Pittsburgh pada tahun 1913. Awalnya ia adalah seorang penulis, tetapi ia juga terampil menangani masalah pribadi seseorang, dalam persoalan perkawinan, cinta kasih, dan seks. Akhirnya ia menjadi psikolog dari lulusan sebuah college.
Dia menyimpulkan bahwa psikoanalisis secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun bereksperimen dengan beberapa sistem yang lain. Pada awal 1955 dia menggabungkan teori humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy menjadi sebuah aliran psikoterapi yang ditujukan untuk memberi kepada klien suatu perangkat untuk mengrestruksikan gaya falsafah serta perilaku mereka. Menurut Ellis dan Yeager, “Orang menjadi terganggu  bukan oleh benda-benda, melainkan oleh apa yang dipandangnya tentang benda itu”. Oleh karena itu, hipotesis dasar dari Rational Emotive Therapy adalah emosi kita terutama yang berasal dari keyakinan evaluasi, interpretasi serta reaksi kita terhadap situasi kehidupan. Melalui proses terapeutik rasional emotif klien mempelajari ketrampilan yang mereka berikan kepada mereka perangkat untuk mengidentifikasikan dan mempertanyakan keyakinan yang tidak rasional yang telah didapat sampai sekarang tetap ada karena adanya  indoktrinasi diri. Mereka belajar caranya mengganti cara berpikir yang tidak efektif seperti itu dengan kognisi yang efektif dan rasional, dan sebagai hasilnya mereka mengubah reaksi emosional mereka terhadap situasi. Dengan proses terapeutik klien bisa mengaplikasikan prinsip Rational Emotive Therapy  tidak hanya pada masalah khusus yang dikemukakan tetapi juga pada banyak masalah kehidupan yang lain ataupun pada masalah dimasa depan yang mingkin akan mereka jumpai.


B.     Konsep Dasar
            Rational Emotive Therapy adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang dimaksud dengan konseling Rational Emotive Therapy adalah konseling yang menekankan interaksi berfikir dan akal sehat (rational thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Makalah ini memberikan rincian penting tentang bagaimana A, B, dan C, serta kognisi, emosi, dan perilaku semua penting mempengaruhi satu sama lain dan bagaimana mereka menjadi digabungkan menjadi disfungsional, Asumsi inti menuntut Dasar filsafat yang mengarah pada gangguan neurotik. Untuk mengubah dan terus berubah asumsi dasar disfungsional, Rational Emotive Therapy menggunakan sejumlah teknik intelektual, afektif, dan tindakan yang sering diterapkan  secara kuat, terus-menerus, aktif-direktif. Hal ini lebih kognitif daripada kebanyakan kognitif-perilaku terapi lain yang mencoba untuk membantu banyak (tidak semua) klien untuk membuat perubahan filosofis elegan atau mendalam.

1.      Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.      Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan kerana itu tidak produktif.
3.      Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
4.      D (disputing intervention) adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.
5.      E (effect) adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling .
6.      F (new feeling) adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.

C.    Hakikat Manusia Menurut Rational Emotive Therapy
Konsep manusia menurut Rational Emotive Therapy sebagaimana disebutkan Corey adalah :
1.      orang mengkondisikan dirinya sebagai individu yang merasakan adanya suatu gangguan dan bukan dikondisikan oleh sumber yang berasal dari luar darinya.
2.      orang ada yang kecenderungan biologis dan budaya untuk berpikir berbelit-belit dan menimbulkan gangguan pada diri sendiri, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Contoh: jika seseorang bermimpi giginya tanggal maka ia percaya dalam waktu dekat saudaranya akan ada yang meninggal dunia. Oleh karena itu, pikirannya sering terganggu karena ia sering memikirkan tentang hal itu. Sebagai manusia yang normal hendaknya tidak perlu percaya tentang hal-hal seperti itu agar tidak menimbulkan gangguan pada diri sendiri.
3.      manusia itu adalah unik artinya bahwa mereka menemukan keyakinan yang mengganggu dan membiarkan dirinya terganggu oleh adanya gangguan itu.
4.      orang ada yang  kapasitas untuk mengubah  proses kognitif, emotif, dan behavioral mereka. Mereka bisa memilih untuk memberikan reaksi mereka secara berbeda dengan pola yang biasanya mereka anut, bisa menolak untuk membiarkan dirinya menjadi manusia dan bisa melatih diri mereka sendiri sehingga pada akhirnya nanti mereka bisa bertahan mengalami gangguan yang minim menyelamatkan sisi hidupnya.
Secara umum  ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. Rational Emotive Therapy beranggapan bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan. Dalam memandang hakekat manusia Rational Emotive Therapy memiliki sejumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan itu. Asumsi tentang hakekat manusia menurut Rational Emotive Therapy adalah sebagai berikut,
1.      Individu adalah Unik, yaitu memiliki kecenderungan untuk berfikir rasional dan irasional.
2.      Reaksi “emosional” disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang didasari ataupun tidak didasari oleh individu.
3.      Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berfikir yang tidak logis dan irasional.
4.      Berfikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan.
5.      Berfikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berfikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berfikir yang tepat pula.
Dalam kaitannya dengan hal ini tujuan konseling adalah
1.      Menunjukkan pada klien bahwa verbalisasi diri telah menjadi sumber hambatan emosional
2.      Membenarkan bahwa verbalisasi diri adalah tidak logis dan irasional
3.      Membenarkan atau meluruskan cara berfikir dengan verbalisasi diri yang lebih logis dan efisien.
4.      Perasaan dan berfikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
 
D.    Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
a.       Tidak dapat dibuktikan
b.      Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
c.       Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
a.       Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan dan imajinasi
b.      Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.
Individu tidak mampu berfikir dengan menggunakan akal pikirannya sendiri melainkan dia mengacu dan percaya terhadap pemikiran orang lain, contoh : Pada saat saya mempunyai pacar, saya harus mentraktir teman-teman saya untuk makan karena kata orang  jika tidak, maka dalam waktu cepat saya akan putus dengan pacar saya.
c.       Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
a.       Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
b.      Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
c.       Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
d.      Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
e.       Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut
f.       Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang
g.      Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural
h.      Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:
a.       “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
b.       “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
c.        “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
 
E.     Tujuan Konseling
Tujuan utama dari Konseling RET ini antara lain:
1.      Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2.      Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
3.      Salah satu tujuan utama dari terapi emosi rasional adalah untuk mencapai keadaan "kesehatan mental". Sedangkan bentuk-bentuk terapi mungkin memiliki tujuan seperti menggali konflik dengan menekan psikodinamik, atau periode mengidentifikasi penderitaan yang intens yang terjadi sebelumnya dalam hidup, ide di sini agak lebih abstrak, dan pasti lebih "kuratif".
 
Untuk terapis emotif rasional, tujuannya adalah untuk mencapai keadaan dimana klien dapat berperasaan dan berperilaku dengan cara yang lebih konstruktif dan perseptif, dan memungkinkan kualitas hidup mereka yang lebih baik. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk mengurangi atau bahkan sama sekali membasmi kepercayaan diri yang rusak dan proses kognitif yang menyebabkan interaksi yang mengecewakan atau gangguan dengan dunia.
 

Secara khusus tujuan konseling RET adalah :
1.      Self interest, menciptakan kesehatan mental termasuk keseimbangan emosional pada seseorang terletak pada diri sendiri bukan dari orang lain, maka konseling harus berfokus pada kesadaran diri dari klien itu sendiri.
2.      Self direction :
·   Mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri
·   Klien harus menghadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan bertanggung jawab sendiri, bukan tergantung kepada orang lain atau meminta bantuan orang lain.
3.      Tolerance
Mendorong klien agar mempunyai toleransi terhadap orang lain, walaupun orang lain itu bersalah.
4.       Accepetance of uncertainty
·  Memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara rasional, logis, dan tidak emosional.
·  Di dunia ini segala kenyataan hidup mungkin terjadi, baik itu kenyataan hidup yang baik maupun buruk.
·   Baik-buruknya kenyataan hidup itu harus dihadapi dengan senang dan tabah.
5.      Fleksibel
Mendorong klien luwes (fleksibel) dalam bertindak dan terbuka terhadap masalahnya, sehingga diperoleh cara-cara pemecahan masalah yang dapat memuaskan klien.
6.      Comitment
Individu yang sehat perlu dan dapat mengembangkan sikap dan perasaan komitmen dengan lingkungannya. Jika tidak, individu itu sendiri akan mengalami keteganggan antara apa yang ia inginkan dengan kenyataan yang sebenarnya yang terjadi dilingkungannya. Karena itu konseling harus membangkitkan sikap objektifitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan klien dengan lingkungannya.
7.      Scientific thinking
Klien harus dapat berpikir secara rasional terhadap dirinya sendiri dan orang lain. 
8.      Risk taking
Konseling Rasional Emotif juga bertujuan mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum tentu berhasil. Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri kepada klien untuk menghadapi masa depan kehidupannya.
9.      Self acceptance
Klien dapat menerima kemampuan dan kenyataan dirinya sendiri dengan perasaan gembira dan senang.
(Pujosuwarno, Sayekti.1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset)
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif:
1.      Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.      Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.      Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
a.       minat kepada diri sendiri,
b.      minat sosial,
c.       pengarahan diri,
d.      toleransi terhadap pihak lain,
e.       fleksibel,
f.       menerima ketidakpastian,
g.      komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
h.      penerimaan diri,
i.        berani mengambil risiko,
j.        menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
F.     Teknik-Teknik dalam Proses Konseling Rasional Emotif
1.    Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat afektif, behavioristik, dan kognitif yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.       Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
Konselor     : “Kamu pasti bisa hidup tanpa dia, karena di dunia ini masih banyak   orang yang sayang sama kamu”
Klien           : “Iya Bu, tetapi bagaimana caranya?”
Konselor          :”Kamu bisa melakukan aktifitas yang kamu sukai sehingga pikiran kamu bisa tenang dan kamu bisa semangat lagi”
Klien               :”Iya Bu, saya akan berusaha untuk menghadapi ini semua dengan kumpul sama teman-teman, main futsal, atau ngeband dengan teman-teman saya”
b.      Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
Konselor        :”Disini nanti kita akan bermain peran, dimana kamu dapat mengungkapkan kekecewaan kamu dan kemauan kamu demi kebahagiaan kamu nantinya”
Klien             :”Terus apa yang harus saya lakukan Bu?”
Konselor        :”Kamu bisa menganggap saya sebagai orang yang ingin kamu marahi, dan katakan semua yang ingin kamu ungkapkan selama ini”
Klien             :”Baik Bu, saya mengerti”
c.       Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Konselor     :”Coba kamu lihat Bu Arum, guru matematika yang selalu sabar dalam mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya, ia selalu tersenyum dan semangat dalam menghadapi murid-muridnya yang selalu seenaknya sendiri”
Klien           :”Apakah saya bisa sabar seperti beliau?”
Konselor     :“Kamu pasti bisa untuk sabar dalam menghadapi kenyataan seperti halnya Bu Arum”
2.      Teknik-teknik Behavioristik
a.       Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.  Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b.      Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
3.      Teknik-teknik Kognitif
Terapis kognitif memperlakukan klien mereka dengan terapi yang disebut restrukturisasi kognitif. Hal ini juga disebut reframing kognitif. Klien yang memiliki pikiran irasional diajarkan untuk melihat situasi mereka dari perspektif yang berbeda. Albert Ellis memulai terapi disebut rasional-emotif terapi. Dia percaya bahwa emosi berada di balik pikiran irasional yang manusia miliki. Terapis kognitif akan berusaha untuk mengubah cara klien mereka pikirkan atau rasakan jika pikiran dan perasaan membawa mereka sRational Emotive Therapys dan cemas, memimpin mereka untuk membuat keputusan yang buruk, atau melompat ke kesimpulan yang salah.
 
a.       Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
Konselor            :”saya akan memberikan kertas ini sama kamu dan kamu isi kolom yang kosong dengan memberikan kata “ya” atau “tidak”, lalu kamu tunjukkan kertas ini pada saat kamu bertemu dengan saya, tujuannya yaitu agar kamu dapat melatih sikap kamu menjadi lebih baik”
Klien                  :“Iya Bu, saya mengerti”
b.      Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
·         mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
·         membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
·         mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
Konselor            :”Ayo, kamu pasti bisa mengungkapkan semua perasaan kamu, anggaplah saya sebagai orang yang ingin kamu marahi dan katakan semua kekecewaan kamu dan keinginan kamu”
Klien                  :”Saya kurang yakin untuk melakukan hal itu.”
Konselor            :”Setelah kamu mengungkapkan semuanya maka paling tidak kamu bisa merasa tenang”
Klien                  :”Iya Bu, akan saya coba”
Syarat Klien Yang Dapat Di Tangani Oleh Rational Emotive Therapy :
2.      Klien cukup cerdas untuk menganalisis masalahnya
Klien dapat diarahkan dari pemikiran irasional ke rasional
3.      Hanya untuk orang yang normal
Klien yang kesehatan mentalnya terganggu maka tidak dapat membedakan tingkah laku yang irasional dan yang rasional
4.      Tidak terlalu tua & pola pikirnya luwes
Klien yang dapat ditangani yaitu klien yang usianya antara masa remaja awal (13 tahun) sampai masa dewasa akhir (60 tahun) dimana usia tersebut masih bisa kritis dalam berfikir dan dapat menganalisis masalahnya.
5.      Tidak selalu berprasangka buruk pada diri sendiri dan orang lain
Pemikirannya selalu positif dan mengarah ke depan dan tidak dapat dipengaruhi oleh orang lain.
6.      Peran Konselor
Peran konselor disini dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Aktif yaitu berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri.
b.      Direktif
·         Menerangkan ketidakrasionalan yang dialami dan yang ditunjukkan  (verbal, sikap, perilaku)
·         Membujuk
·         Mengajari klien untuk menggunakan metode-metode perilaku (PR, desentisasi, latihan asertif dsb)
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama rasional emotif dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dramatis yang rasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas konselor memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a.       Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b.      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c.       Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d.      Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f.       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g.      Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris.
h.      Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
(Sukardi, Dewa Ketut.2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta)
4.      Hubungan antara Terapis dan Klien
Hubungan antara konselor dan klien dalam RET adalah sebagai berikut :
1.      Hubungan hendaknya dalam suasana informal. Tujuannya adalah agar hubungan antara konselor dan klien terjalin dengan hangat dan penuh kekeluargaan.
2.      Hubungan sebaiknya konselor aktif, direktif, tetapi juga objektif, sehingga dari pola hubungan yang demikian itu secara tidak langsung akan menjadi anutan klien.
3.      Konselor sebagai model untuk klien. Dengan model ini, klien dapat menginternalisasi sistem nilai tertentu yang dapat melawan sistem nilai dan keyakinan yang salah.
4.      Hubungan di sini perlu adanya full tolerance dan unconditional positive regard yang harus diciptakan oleh konselor untuk menghilangkan perasaan-perasaan bersalah dari klien.
5.      Konselor hendaknya menerima diri klien sebagai seorang manusia yang berharkat dan bernilai.
(Pujosuwarno, Sayekti.1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset)


5.      Ciri-ciri Rational Emotive Therapy
Ciri-ciri dari konseling rasional emotif adalah sebagai berikut:
1)      Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dengan klien.
2)      Dalam proses hubungan konseling harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
3)      Terciptanya dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4)      Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional emotif bertujuan untuk membantu membuka ketidaklogisan pola berfikir klien.
(Sukardi, Dewa Ketut.2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta)

6.      Proses Konseling

Persiapan
Sebelum klien dimulai RET, ia mungkin melalui suatu kajian dengan terapis. Penilaian ini disebut penilaian biopsikososial, yang terdiri dari wawancara terstruktur. Pertanyaan dan pengumpulan informasi selama penilaian ini biasanya meliputi area seperti riwayat medis dan psikologis masa lalu, riwayat keluarga dan sosial, jenis kelamin dan riwayat obat, pekerjaan dan sejarah pendidikan dan sejarah kriminal. Wawancara menyediakan informasi untuk diagnosis atau diagnosis tentatif yang memerlukan pengujian lebih lanjut atau konsultasi.
 

Proses terapi (konseling) RET sebagai berikut:
1)      Konselor menunjukkan kesulitan yang dialami klien berhubungan dengan keyakinan yang irasional, kemudian menunjukkan kepada klien bagaimana harus bersikap rasional. Klien harus menyadari gangguan emosi yang dialaminya bersumber dari pemikiran yang irrasional.
2)      Konselor menunjukkan pemikiran klien yang irrasional, kemudian klien berusaha mengubah keyakinannya menjadi rasional.
3)      Konselor berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor menghubungkan ide-ide irrasional tersebut dengan perasaan diri klien.
4)      Konselor berusaha menantang klien untuk mengembangkan kehidupannya secara rasional, dan menolak kehidupan yang irrasional.
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Tugas konselor menunjukkan bahwa:
a.       masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
b.      usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor :
a.       lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung;
b.      menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien;
c.       mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;
d.      menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.


Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.      Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.      Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.      Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.      Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
 

7.      Tahapan Konseling
George dan Cristiani mengemukakan tahap-tahap konseling RET adalah sebagai berikut:
1)      Proses untuk menunjukkan kepada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan  yang irasional itu tidak dengan kebahagiaan dan gangguan emosional yang di alami.
2)      Membantu klien meyakini bahwa berfikir dapat ditentang dan diubah. Kesediaan klien untuk di eksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami oleh klien dan konselor mengarahkan pada klien untuk melakukan disputing  terhadap keyakinan klien yang irasional
3)      Membantu klien lebih mendebatkan (disputing) gangguan yang tidak tepat atau tidak rasional yang dipertahankan selama ini menuju berfikir yang lebh rasional dengan cara reinduktrinasi yang rational termasuk bersikap secara rataional.
 
G.    Kelebihan Dan Kekurangan Rational Emotive Therapy

Kelebihan
Kekurangan
a.       Rasional Emotif menawarkan dimensi kognitif dan menantang klienuntuk meneliti rasionalitas dari keputusan yang telah diambil serta nilai yang klien anut.
b.      Rasional Emotif memberikan penekanan untuk mengaktifkan pemahaman yang di dapat oleh klien sehingga klien akan langsung mampu mempraktekkan perilaku baru mereka.
c.       Rasional emotif menekankan pada praktek terapeutik yang komprehensif dan eklektik.
d.      Rasional emotif mengajarkan klien cara-cara mereka bisa melakukan terapi sendiri tanpa intervensi langsung dari terapis.
a.       Rasional emotif tidak menekankan kepada masa lalu sehingga dalam proses terapeutik ada hal-hal yang tidak diperhatikan.
b.      Rasional emotif kurang melakukan pembangunan hubungan antara klien dan terapis sehingga klien mudah diintimidasi oleh konfrontasi cepat terapis.
c.       Klien dengan mudahnya terbius dengan oleh kekuatan dan wewenang terapis dengan menerima pandangan terapis tanpa benar-benar menantangnya atau menginternalisasi ide-ide baru.
d.      Kurang memperhatikan faktor ketidaksadaran dan pertahanan ego.

 
Contoh Kasus
Prabawa adalah seorang  siswa suatu SMA di kota besar, kelas III, semester kedua, program studi IPS.Dia tinggal bersama orang tuanya, yang mendukung ita-citanya menjadi seorang guru akutansi. Prabawa berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha sejak kelas 1 supaya nilai rata-rata dalam  rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia berhasil.
Selain itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama, meskipun pihak putri terpaksa main backsRational Emotive Therapyet karena orang tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia, bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswa itu merasa terpaksa memutuskan hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah depresi dan berfikir : “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela dicintai oleh gadis lain ataupun menintai gadis lain. Hanya yang satu ini menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarkudan pendukung ita-itaku sudah lenyap!”.
Prabawa bolos sekolah satu minggu. Ketika masuk sekolah kembali, dia dipanggil oleh konselor di sekolahnya.
Langkah-langkah kerja :
(1)   Membangun hubungan pribadi dengan prabawa. Di sini konselor menjelaskan alasan prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin dibicarakannya berkaitan dengan hal itu. Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu, tetapi akhirnya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
(2)   Mendengarkan dengan penuh perhatian uingkapan pikiran dan perasaan Prabawa. Dia mengutarakan bahwa semangat belajar telah hilang,setelah mengalami pukulan amat berat, di siswi sekelas yang selama satu tahun sering mau diajak pergi berdua, tetapi tiba-tiba mengundurkan diri setelah dimarahi oleh orang tuanya. Pada hal, katanya, tidak ada gadis lain yang pantas  dicintai. Prabawa beranggapan bahwa masa depannya menjadi sangat suram dan tidak ada sumber inspirasi lagi yang mendukung cita-citanya menjadi guru akutansi disekolah menengah (pikiran irasional).
(3)   Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara A,B,C ( Activating Event, Belief, Consquences). Konselor akan menaruh perhatian khusus pada pikiran-pikiran irasional yang di duga mendasari rasa kehilangan semangat, karena dia akan mengusahakan supaya Prabawa berfikir rasional dalam menghadapi persoalannya.
(a)    Kejadian yang dialami ialah terputusnya hubungan percintaan dengan gadis yang dikaguminya, yang memutuskan hubungan ialah pihak putri, dengan memberikan alasan dilarang oleh orang tuanya.
(b)   Kejadian ini ditanggapi dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk akal. Prabawa berfikir : “ Ini musibah besar, karena cimtaku yang pertama dan abadi dihancurkan begitu saja.” “Tidak ada gadis lain yang lain yang akan kucinta. Gadis lain juga tidak akan mencintai diriku setulus teman siswi itu.” “ Dunia telah bertindak kejam terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang hidupku ini?.” “ Siapa lagi yang akan memberikan inspirasi kepadaku untuk mengejar cita-citaku kalau bukan dia?” (Irational Belief)
(c)    Sebagai akibat dari cara berfikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak emosional dan goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan semangat hidup dan gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti orang yang lukanya menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (Consquences dalam alam perasaan). Akibatnya lebih lanjut ialah Prabawa memutuskan untuk tidak masuk sekolah; ini tindakan penyesuain diri yang salah dan malah membahayakan sukses dalam belajarnya (Consquences dalam perilaku nyata). Namun, karena teguran orang tuanya dia terpaksa kembali ke sekolah setelah membolos satu minggu.
(4)   Membantu Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. Konselor dapat mulai dengan menjelaskan kepadanya hasil analisis di atas, sehingga Prabawa sedikit banyak mengerti apa alasannya sehingga keadaannya sekarang begini. Kemudiaan konselor memulai menantang seluruh pikiran yang tidak masuk akal tadi, misalnya dengan melontarkan pertanyaan : “ Apa alasanmu berpendapat telah ditimpa musibah beasr?.’’ ; “Apakah pengalaman memang sudah pasti bahwa cinta pertama ini merupakan cinta abadi?.” ; “Apakah inspirasi dan semangat belajar hanya dapat diberikan oleh gadis itu?” ; “Apakah orang tua siswi yang masih di bawah umur itu tidak berhak ikut bicara?” ; “Apakah kamu mempunyai hak menuntut supaya dunia ini memenuhi keinginan dengan serba cepat?”, dan lain sebagainya.
Disamping itu, konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya : “Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”: ”Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa sendiri”; “Orang tuanya mungkin menginginkan, supaya anak mereka menyelesaikan studinya lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backsRational Emotive Therapyet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini menghancurkan hubungan terbuka antara orang tua dan anak”; “Tidak lebih baikkah Prabawa menyelesaikn SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk Prabawa?” ; “Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang suatu pekerjaan, shingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak putri ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria, betul-betul terjamin” ; “Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah yang menghancurkan masa depan”; “Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan.
Efek dari diskusi ini ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang pengalaman ini dengan cara yang lebih masuk akal, misalnya, “Saya akan menerima kenyataan ini. Memang saya tidak mengharapkannya, tetapi apa boleh buat? Lebih baik saya memusatkan perhatian pada studi dahulu, supaya cita-cita saya dapat diraih. Pengalaman cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis, yang nantinya dapat disambung lagi”, dan lain sebagainya (r-afektif). Akhirnya Prabawa memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku, Rasional)
(5)   Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa.